Minggu, 20 Juli 2014

0

Cinderella

(image sourece: http://www.examiner.com/images/blog/EXID23584/images/Tichenor_Cinderella.jpg)
Aku bangga dengan anakku. Di usianya yang masih muda ia sudah menunjukkan bakat sebagai seorang sutradara hebat. Ia aktif di ekskul teater sekolahnya untuk menyalurkan bakat dan hobinya tersebut. Aku sering menonton pertunjukkan yang ia sutradarai. Dari situ aku dapat menilai bahwa ia sangat memerhatikan totalitas dan profesionalismenya.
Kemarin ia memberitahuku bahwa hari ini ia dan teman-temannya akan menampilkan pertunjukan drama Cinderella. Sayangnya aku tak dapat menontonnya, banyak rapat penting yang harus kuhadiri hari ini juga.
Satu jam sebelum pertunjukkan aku sempatkan menelponnya untuk meminta maaf atas ketidakhadiranku dan menyemangatinya.
'Tak apa-apa,pa. Terima kasih papa sudah menelponku. Tapi kupastikan papa menyesal tidak melihat pertunjukkan terhebatku ini.'
...

Sekarang sudah pukul 4 sore. Pertunjukkan seharusnya sudah selesai setengah jam yang lalu. Tapi tak ada kabar darinya. Aku tak menelponnya karena mungkin ia masih sibuk. Biarlah aku tak mau mengganggunya.
Tak berapa lama ponselku berbunyi. Kupikir anakku yang menelpon tapi ini bukan nomor anakku.
'Halo, dengan bapak Charles?' suara di seberang telpon terdengar asing bagiku.
'Iya, siapa anda?'
'Saya Seta, kami dari kepolisian hendak memberitahukan bahwa kami telah menahan putra anda, atas nama Gunawan Mahendra, dengan tuduhan telah menyebabkan 2 orang terluka parah dan satu orang meninggal dunia.'
Langit serasa runtuh saat aku mendengarnya. Anakku tak mungkin melakukannya, ia anak yang manis dan baik, aku kenal dia.
'Pak, anda pasti salah. Anak saya bukan orang yang bisa mencelakai orang lain seperti itu.'
'Sayangnya semua bukti dan saksi yang ada menunjukkan dia sebagai pelaku yang bertanggung jawab atas kejadian ini dan diperkuat dengan pengakuan putra anda sendiri.'
'Memang apa yang telah ia perbuat? Apa dia menabrak korban?'
'Bapak tahu tentang versi asli dari dongeng Cinderella?'
'Bukankah semua ceritanya sama? Dan apa hubungannya dengan kasus ini?'
'Tenang pak, justru ini sangat berhubungan. Tak banyak yang tahu bahwa dongeng Cinderella yang umum beredar di masyarakat sedikit berbeda dari versi aslinya. Dalam versi asli tersebut ada beberapa bagian yang jarang diketahui orang. Seperti saat ibu tiri Cinderella memotong tumit kedua saudari tiri Cinderella agar kaki mereka pas dengan sepatu kaca atau saat Cinderella menghukum ibu tirinya untuk menari menggunakan sepatu besi yang telah dipanaskan.'
'Apakah kau masih akan terus bertele-tele dengan dongeng omong kosong itu?' Aku mulai sulit mengendalikan emosiku.
'Maaf pak, tapi saya baru akan masuk ke inti masalahnya. Putra anda seperti yang anda ketahui, menggelar pertunjukan drama teater yang mengangkat dongeng cinderella. Dia bersama rekan-rekannya memilih memainkan versi asli dari dongeng tersebut. Putra anda sebagai sutradara drama memasukkan kedua bagian cerita yang saya ceritakan sebelumnya dalam drama mereka dan memaksa para pemain benar-benar melakukan persis apa yang ada dalam dongeng. Kedua pemain yang memerankan saudari tiri Cinderella terluka karena tumit mereka terpotong. Dan pemain pemeran ibu tiri meninggal di tempat tepat setelah pertunjukkan usai karena tak kuat menahan panas sepatu besi yang ia kenakan.'
Aku tak tahu harus menjawab apa.
'Bapak bisa ke kantor kami untuk menemui putra anda, dia masih memiliki hak untuk mendapatkan pengacara.'
Aku segera menemui anakku di kantor polisi. Ia tersenyum melihat kedatanganku. 'Pa, aku berhasil pa. Aku berhasil membuat drama yang hebat. Aku sudah bilang kan. Papa akan menyesal karena tak menontonnya.'

0 komentar:

Posting Komentar