Bambang Sukrasana (image source: http://dengansepenuhcinta.files.wordpress.com/2011/12/z.jpg) |
Bambang Sukrasana roboh dan terbaring sekarat di tanah dengan anak panah menancap di dadanya. Darah putih mengalir perlahan dari situ.
Bambang Sumantri berlari ke arahnya dan membuang busur panahnya. Ia menangis dan merangkul Bambang Sukrasana.
Dengan nafas yang berat dan memburu, berkatalah Bambang Sukrasana pada Bambang Sumantri:
"Kakanda Bambang Sumantri,
mengapa engkau tega membunuhku, adik sekandungmu ini?
adakah aku telah menghalangi jalanmu menuju mimpimu?
sudah terlalu jauhkah aku menjadi beban dalam menggapai citamu?
bukankah aku baru saja membantumu menunaikan titah Raja : memindahkan taman Sri Wedari dari Sorga jauh ke bumi Maespati ini?
bukankan aku baru saja membantumu mendapatkan gelar Patih Suwanda yang prestisi itu?
Kakanda Bambang Sumantri,
tidakkah kau ingat betapa kita selalu bermain dan berlatih ilmu kanuragan bersama sejak kecil?
dan oh, masih ingatkah kau saat dulu kau pertaruhkan nyawamu sendiri untuk menolongku dari raksasa yang ingin memakanku di hutan?
lalu saat kau mulai terdesak, Batara Indra memberimu panah Cakra Biswara untuk mengalahkan buta itu
aku benar-benar terharu saat itu
tapi kini kau justru menghabisiku dengan senjata yang dulu kau gunakan untuk menyelamatkan nyawaku
sungguh ironis bagiku"
Bambang Sumantri (image source: http://fc01.deviantart.net/fs12/f/2006/333/6/d/Wayang_Bambang_Sumantri_by_astayoga.jpg) |
Bambang Sukrasana menjerit kesakitan.
"Kakanda Bambang Sumantri, panah yang kau hujamkan ini begitu menyakitkan menembus dadaku, meremukkan jantungku
percayalah, ini sama menyakitkannya dengan apa yang kurasakan saat aku mendapatimu telah pergi meninggalkanku tanpa pamit
saat itu aku baru terjaga dari tidurku dan mencarimu
lalu kakek Resi Wisanggeni memberitahuku bahwa engkau telah melangkahkan kaki keluar dari padepokan Ardisekar untuk mengabdi di Kerajaan Prabu Arjuna Sasrabahu ini
tahukah kau aku sangat sedih ditinggalkanmu saat itu?
aku tahu kau seorang yang gagah perkasa, kaya prestasi lagi rupawan
kau tak akan berkenan mengajak serta adikmu yang jelek dan kerdil ini karena pasti orang luar akan bergunjing tentangmu dan harga dirimu yang senantiasa kau junjung tinggi itu akan jatuh
Kakanda Bambang Sumantri,
aku telah mencoba memahamimu, namun aku benar-benar tak bisa berpisah darimu
lalu sekuat tenaga aku berlari turun gunung menyusulmu
tapi ternyata Istana ini begitu jauh dan tubuhku terlampau cebol sehingga aku merasa lelah dan hampir menyerah di separo jalan
tiba-tiba datang binatang-binatang buas hendak menyerangku
kemudian secara ajaib Batara Dharma menurunkan ajian Candra Birawa atasku sehingga aku terselamatkan
Kakanda Bambang Sumantri,
kupikir ajian ini akan lebih cocok bila kau,sebagai prajurit Negara, yang memilikinya
dia akan membuatmu lebih kuat dan melindungimu dalam peperangan
aku pun membulatkan lagi tekadku mencarimu untuk memberikan Candra Birawa padamu
dan Kakanda Bambang Sumantri,
aku begitu bahagia bisa bertemu kembali denganmu
tapi mengapa kau menolakku?
aku hanya ingin tinggal bersamamu
aku tak bermaksud menakut-nakuti siapapun disini
aku tak bermaksud membuat kekacauan di sini
kenapa kau sampai harus membunuhku seperti ini?
tapi ah sudahlah,
aku tak akan membencimu Kakanda Bambang Sumantri,
aku tetap akan selalu berdoa untuk karirmu
agar ayahanda resi Suwandagni bangga kepadamu
aku hanya berpesan agar kau mampu mengendalikan ambisimu itu
karena itu akan mencelakakanmu
dan dengarkanlah, aku tak kan masuk Swargaloka tanpamu
aku akan menunggu hingga kau mati
dan ingatlah, pada saat itu tiba, arwahku sendiri yang akan mencabut nyawamu"
Bambang Sukrasana memejamkan mata dan menghembuskan nafas terakhirnya diiringi jerit tangis penyesalan Sang Patih.
0 komentar:
Posting Komentar