Seminggu lalu aku berduka. Salah seorang teman dekatku di
fasilitas lembaga pemasyarakatan ini menjalani eksekusi mati. Seperti biasa, mereka
menjemput terpidana secara diam-diam tepat tengah malam saat semua penghuni
penjara tertidur. Terpidana lain baru menyadari keesokan harinya saat dia tidak
ada di selnya lagi.
Tetapi aku tidak mau terlalu lama larut dalam duka. Lagipula sebelumnya
temanku tersebut mengatakan telah siap untuk mati meski dia juga takut untuk
menjalani proses eksekusinya. Aku beruntung karena vonis hukumanku jauh lebih
ringan darinya (aku mendapat hukuman 20 tahun penjara).
Hari berikutnya lapas kami kedatangan seorang narapidana baru. Dia
memberontak saat diseret ke selnya yang bernomor 54. Dia meneriaki sipir bahwa
polisi telah salah menangkapnya. “Aku bukan John, kau harus percaya aku, bukan
aku yang membunuh wanita itu, polisi salah tangkap terhadapku!” begitu
teriaknya. Tapi teriakan itu kemudian berhenti saat seorang sipir membiusnya
agar tertidur.
John, aku menyebutnya John karena para sipir memanggilnya begitu
meski dia masih bersikukuh dirinya bukan John. John seorang pendiam dan
penyendiri, dia tak pernah mau berbicara kepada siapapun bahkan setelah 5 hari
dia disini.
Hari ini John dipanggil ke persidangan untuk menjalani sidang
putusan vonis bagi dirinya. Kami tahu dari sipir bahwa dia mendapat vonis
hukuman mati. Saat kembali diseret ke selnya dia kembali memberontak seperti
saat pertama ia datang. Tapi kali ini tak perlu obat bius untuk membuatnya
bungkam. Begitu masuk ke selnya dia tampak terdiam dan berpikir serius. Meski tak
dekat dengannya, aku begitu kasihan melihatnya tertekan seperti itu.Pukul 8.00 malam lampu penjara sudah dimatikan, itu artinya
kami para tahanan harus tidur. Aku masih memikirkan tentang John sebelum
akhirnya tertidur.
Aku terkejut dan terbangun dari tidurku saat kurasakan beberapa orang masuk ke selku. Dua orang menyeret tubuhku keluar sel, satu orang membungkam mulutku, dan seorang lagi memberi komando pada 3 orang tersebut. 2 orang yang menyeretku begitu kuat sehingga aku tak berkutik. Saat dibawa paksa keluar dari selku aku melihat sekilas seperti ada sesuatu yang ganjil dari pintu selku tapi aku tak bisa memikirkannya karena aku masih berusaha melepaskan diri dari orang-orang ini.
Aku terkejut dan terbangun dari tidurku saat kurasakan beberapa orang masuk ke selku. Dua orang menyeret tubuhku keluar sel, satu orang membungkam mulutku, dan seorang lagi memberi komando pada 3 orang tersebut. 2 orang yang menyeretku begitu kuat sehingga aku tak berkutik. Saat dibawa paksa keluar dari selku aku melihat sekilas seperti ada sesuatu yang ganjil dari pintu selku tapi aku tak bisa memikirkannya karena aku masih berusaha melepaskan diri dari orang-orang ini.
4 orang tersebut membawaku ke sebuah mobil tahanan dan
memborgolku di dalamnya. “Siapa kalian?“tanyaku begitu penutup mulutku dilepas.
“Kami hanya petugas yang diminta menjemputmu untuk menjalani
vonis hukumanmu.”
“Hukuman apa? Aku hanya dihukum 20 tahun penjara.”
“Kau sudah lupa vonismu tadi siang, John?”
“John? Hei aku bukan John, kalian salah orang.”
“Huh, para sipir itu benar tentangmu, kau selalu tak mau mengakui
dirimu sendiri. Tenangkan dirimu John, ini tak akan menyakitkan.”
“Bukan seperti itu, aku memang bukan John. John yang
sebenarnya masih ada di penjara itu.” Mereka tak menjawab lagi tetapi seorang
dari mereka memukul kepalaku hingga aku tak sadarkan diri.
...
Aku terbangun saat mendengar sebuah teriakan yang cukup
keras seperti seorang kesakitan. Aku langsung menyadari saat ini aku dalam
kondisi terikat di sebuah ranjang putih. Beberapa orang dengan jas putih khas
dokter berada di sekelilingku. “Napi sebelah berteriak kencang hingga
membuatnya terbangun” kata seseorang pada yang lainnya. “Hai John, jangan
khawatir teriakan itu hanya reaksi terkejut dari orang itu karena tertusuk
jarum. Tetapi bukan berarti suntik mati ini tidak menyakitkan, kau akan sangat
merasakan sakit hingga kau tak bisa berteriak. Dan rahasia ini tentu hanya kami
katakan kepada napi yang siap dieksekusi sepertimu John. Kau ingin lebih tau
tentang rasa sakitnya? Dokter Albert akan menjelaskan kepadamu. Silakan dok.”
Seorang dokter memegang jarum suntik dan mengisinya dengan
cairan hijau kehitaman yang pekat, sambil berkata kepadaku “Pada menit-menit awal kau akan merasakan
pusing yang amat sangat seperti akan membuat kepalamu pecah. Kemudian jantungmu
akan berdetak kencang dan memompa darahmu secara cepat. Menit ke sepuluh semua panca indera akan
berhenti berfungsi dan kau akan merasakan mual dan perih yang luar biasa di
perutmu. Kondisi itu akan bertahan sampai 10 menit berikutnya sampai kau
merasakan sesak nafas karena penurunan kerja paru-paru dan suhu tubuhmu naik drastis hingga kau merasa seperti terbakar. Lalu akhirnya dalam
setengah jam kau akan mati saat jantungmu meledak dan membuat darah keluar dari
mulut,hidung, mata, dan telingamu.. Sekarang kau sudah siap? Pesan terakhir
mungkin?”
“Aku bukan John..”
Mereka tertawa “John ataupun bukan, kau sudah di sini dan
kau sudah mendengar rahasia kami. Maaf tuan-bukan-john, kami tak punya alasan
untuk membatalkan suntik mati ini.” Dokter sialan itu menyuntik di lenganku. Sebelum
aku benar-benar merasakan sakit yang telah diceritakan, aku menyadari
keganjilan pada pintu selku yang kulihat saat aku diseret kesini. Aku melihat
nomor pintu selku bukan nomor selku yang seharusnya, melainkan nomor ‘54’. Bagaimana
itu bisa terjadi? Aku tak bisa memikikan hal itu lebih jauh lagi karena
kepalaku mulai pusing..sial, mereka tak berbohong tentang sakit itu..
0 komentar:
Posting Komentar