*Perspektif
Bayu
Aku
bukan orang yang percaya adanya setan,iblis alien atau makhluk lain, yang kurasa
hanya dalam dongeng belaka, dulunya. Tetapi kini sulit bagiku untuk mengatakan
aku tidak memercayainya lagi.
Pagi
ini, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, saat sedang di depan cermin
ibuku berubah menjadi makhluk asing yang sangat menakutkan. Wajahnya memerah,
matanya menjadi hitam seluruhnya, dan deretan giginya semua menjadi taring
tajam. Ia menyeringai di depan cermin tersebut menyaksikan sosoknya sendiri
perlahan berubah, tanpa ia sadari aku turut melihatnya.
Aku
sama sekali tak tahu siapa dia, mengapa dia menyamar jadi ibuku, dan kemana
ibuku yang asli. Aku sangat ketakutan. Aku mengunci diri di dalam kamar. Aku
tak mau siapapun dia, yang kini menyamar menjadi ibuku itu, masuk ke sini, aku
akan menunggu sampai nanti ayah pulang.
Aku
terbangun dari tidur saat bel rumahku berbunyi. Ah itu dia ayah sudah pulang.
Huh, aku tadi sangat ketakutan dan banyak pikiran hingga aku tertidur.
Aku
segera keluar kamar untuk meyambutnya, berharap dapat menceritakan apa yang
kulihat hari ini padanya. Tapi sebelum sampai ke pintu depan, langkahku
berhenti. Aku melihat ayahku disambut pelukan ibuku. Itu tak aneh, yang aneh
adalah kejadian setelah itu. Ya perlahan wajah ayah pun berubah, hampir sama
dengan sosok yang menyamar menjadi ibuku, tetapi ia memliki dua tanduk kecil
merah di atas kepalanya. Kemudian ayah dan ibu palsuku itu berbicara dalam
bahasa yang tak aku mengerti diikuti dengan tawa yang terdengar jahat bagiku.
Oh
tidak, kini apa yang harus aku lakukan? Aku kini tinggal bersama dua sosok
menyeramkan yang menyamar menjadi orang tuaku. Aku berlari masuk ke kamar lagi.
Aku harus meninggalkan rumah ini segera,harus.
Malam
tiba. Ibu palsuku itu memanggilku untuk makan malam, sangat mirip dengan
kebiasaan ibuku, jika saja aku tidak melihat kejadian siang tadi aku tak kan
menyadari bahwa ia bukan ibuku.
Aku
bergeming, terlalu takut untuk menghampiri mereka. Ayah palsuku masuk ke
kamarku dalam wujud yang mirip dengan ayahku dan memintaku untuk bergabung
dengan mereka menyantap makan malam. Aku terpaksa mengikutinya.
Aku
sangat lapar, tetapi entah kenapa semua makanan di meja makan ini terlihat
tidak enak. Aku hanya makan sedikit dan tak banyak bicara pada orang tua
palsuku kecuali menanggapi pertanyaan mereka dengan enggan.
Aku
memikirkan sebuah rencana. Rencana untuk kabur dari rumah ini. Aku tidak bisa
terus seperti ini. Aku tak tahu apa yang akan mereka perbuat padaku nantinya
dan aku harus mencari orang tua asliku. Tapi bagaimana? Orang-orang tentu tak
akan memercayaiku.
Sonya,
ya Sonya. Sahabatku itu pasti memercayaiku dan akan membantuku. Malam ini aku
akan menyelinap keluar dari kamarku dan kabur ke rumah Sonya meminta bantuannya.
...
Sulit
bagiku untuk membuat Sonya menerima ceritaku. Aku sendiripun tak akan percaya
bila aku yang di posisinya sekarang. Tapi toh ia tetap saja memberi tempat
bagiku di rumahnya ini. Itulah mengapa aku bersahabat dengannya. Tidak hanya
itu, dia juga akan membantuku mencari kebenaran di balik peristiwa yang aku
alami ini. Awalnya aku menolak, aku takut terjadi sesuatu padanya, firasatku
mengatakan orang atau apapun itu yang menyamar menjadi orang tuaku adalah sosok
yang berbahaya.
...
Hari
masih pagi saat aku dan Sonya keluar rumah, dengan sedikit penyamaran tentu
saja untuk melakukan pengintaian, dan di kompleks rumahku ramai terdengar
berita tentang menghilangnya diriku. Orang tua palsuku tersebut cukup lihai
untuk berpura-pura menjadi orang tua yang baik sehingga berita tentang
hilangnya diriku inipun tak mereka tutupi, mereka bertindak selayaknya orang
tua normal saat kehilangan anaknya.
Aku
dan Sonya berbagi tugas. Aku membuntuti ayah palsuku dan Sonya membuntuti ibu
palsuku. Seharian aku membuntuti ayah palsuku, seperti seorang agen rahasia
profesional. Aku mengikutinya keluar rumah hingga ke tempat kerja dan pulang
lagi ke rumah. Tidak ada yang aneh yang kulihat
padanya hari ini, dia melakukan aktifitas normal seperti yang dilakukan
ayahku dan cukup pandai berpura-pura cemas akan kehilangan diriku kepada orang
lain. Tetapi saat berada dalam mobilnya aku sempat melihat sekali lagi wujudnya
berubah menjadi sosok yang kemarin kulihat. Entah hanya aku yang lihat atau
bagaimana, tetapi orang lain di sekitar situ tidak ada yang menyadari hal itu.
Aku pun pulang kembali ke rumah Sonya berharap mendapat sesuatu petunjuk
darinya.
Aku
menunggu Sonya kepulangan Sonya di rumahnya. Ia tampak sedang memikirkan
sesuatu saat datang. Tetapi saat kutanya tentang apa yang ia dapatkan, ia hanya
menggelengkan kepala. Meski begitu aku yakin dia menyembunyikan sesuatu dariku.
...
Seperti
kemarin, hari ini kami masih pada rencana kami untuk mencari petunjuk dengan
membuntuti orang tua palsuku itu. Tetapi tanpa sepengetahuan Sonya aku berbuat
menyimpang dari rencana. Aku tak lagi membuntuti ayah palsuku. Aku membuntuti
Sonya! Aku begitu curiga terhadapnya, kurasa ia telah menemukan sesuatu namun
tak mau mengatakan padaku. Maka aku akan mencari tahu sendiri apa yang ia
sembunyikan itu.
Aku
membuntutinya sampai ke rumahku. Ia berhenti di depan pagar rumahku dan
terlihat melihat sekeliling. Untuk ukuran mengintai, kurasa dia terlalu
“terlihat” bila disitu. Aku dibuatnya terkejut beberapa detik kemudian setelah
dia melangkah ke pintu depan rumahku dan mengetuknya. Hei, itu bukan bagian
dari rencana, teriakku dalam hati, meski aku pun tak melakukan rencana kami.
Dan
lihat itu, pintu dibuka, ibu palsuku dengan senyum liciknya menyambut Sonya.
Sonya masuk ke dalam rumah. Sial, aku tak bisa melihatnya dari sini, aku mencari
tempat lain untuk mengintai mereka.
Aku
menajamkan indera penglihatan dan pendengaranku setelah aku mendapatkan titik
yang strategis untuk melihat ke dalam rumah. Kembali aku dibuat terkejut, ibu
palsuku berubah wujud di depan Sonya sedangkan Sonya tampak biasa saja
melihatnya. Tetapi aku langsung mendapatkan alasannya setelah melihat Sonya
juga berubah wujuh serupa dengan ibu palsuku itu. Ternyata Sonya juga bagian
dari mereka! Aku sangat shock melihatnya, juga kecewa. Kini aku benar-benar
sendiri, tidak lagi orang yang bisa kupercaya, aku harus berjuang sendiri untuk
bebas dari mereka. Kembali aku mencoba untuk menangkap pembicaraan mereka,
tetapi percuma, mereka berbicara menggunakan bahasa yang tak ku mengerti lagi.
Hanya sesekali mereka menyebut namaku dengan mimik serius. Aku tahu itu, dan
aku yakin, bahwa mereka akan segera melaksanakan niat jahatnya kepadaku. Sial,
aku harus segera bertindak, aku harus menghentikan mereka dan mengakhiri semua
ini, tak peduli apakah aku akan bertemu dengan orang tua dan sahabatku yang
asli lagi atau tidak, aku tak mau pertaruhkan nyawaku lebih lama lagi.
...
*Perspektif
Sonya
Semalam
Bayu datang ke rumahku. Ia bilang bahwa ia kabur dari rumahnya dengan alasan
yang sangat tidak bisa kupercaya: dua makhluk asing menakutkan telah menyamar
menjadi orang tuanya. Jika saja aku tidak melihat dia ketakutan seperti itu,
aku mungkin hanya mengganggapnya sedang mengerjaiku. Tetapi aku tahu betul dia,
dia pembohong yang payah. Aku tahu setiap kebohongan yang ia katakan. Dan malam
itu, aku sangat yakin ia berkata jujur. Maka untuk sementara aku memercayainya
dan berjanji membantunya dalam kasus ini.
Sesuai
janjiku tadi malam, hari ini aku membantu Bayu untuk membuntuti ibu palsunya, sedangkan
dia membuntuti ayah palsunya. Saat aku melihat ibunya tersebut aku masih sulit
percaya pada cerita Bayu. Tante Sofi -aku masih memanggilnya demikian- masih
tampak sama seperti dulu. Tak ada perbedaan yang aku lihat. Meski begitu aku
tetap harus membuntutinya. Tak mudah bagiku untuk memat-matainya saat satu
kompleks tempat tinggal Bayu ramai oleh berita hilangnya Bayu. Dan aku terlibat
dalam peristiwa tersebut.
Pukul
9 kulihat Tante Sofi pergi keluar rumah, air mukanya begitu sangat sedih. Aku
membuntutinya. Ia menuju ke kantor polisi. Membuat laporan orang hilang kurasa? Lalu
kenapa dia harus susah payah mencari Bayu bila ia bukan ibu aslinya? Bukankah
jika memang ia berniat jahat tentu akan senang mengetahui Bayu tak lagi di rumahnya?
Tadinya
aku cukup yakin dengan kemampuan mengintaiku, sampai saat Tante Sofi menyapaku
yang sedang melamun. Sial aku ketahuan! Aku mati langkah, tak tahu harus berbuat apa. Dia menanyakan
perihal kepergian Bayu kepadaku yang tentu saja kujawab tidak tahu. Ia lalu
memintaku menemaninya ke rumah sakit, ada sesuatu yang ingin ia tunjukkan
padaku katanya dan ku sanggupi.
Aku
masih tak mengerti maksudnya hingga saat kami bertemu dengan seorang dokter.
Tante Sofi memerkenalkannya sebagai dokter Hasan, dokter yang menangani Bayu
saat kecelakaan 2 minggu yang lalu. Aku ingat kecelakaan itu, bukan merupakan
kecelakaan yang membuat luka luar yang parah tetapi meninggalkan trauma pada
diri Bayu.
Tante
Sofi berbincang dengan dokter Hasan mengenai suatu sindrom yang menyerang
mental Bayu sejak kecelakaan itu. Aku kurang ingat nama sindromnya, tapi dari
perbincangan mereka aku dapat mengetahui bahwa sindrom itu membuat penderitanya
beranggapan orang lain adalah makhluk lain yang sedang menyamar, didukung
dengan delusi yang ia dapatkan tentang orang tersebut (1). Dokter
Hasan telah memerkirakan Bayu terserang sindrom tersebut saat ia menolak
ditangani dokter Hasan dan mengatakan bahwa dokter Hasan adalah alien yang
menyamar menjadi manusia. Namun agaknya Bayu sendiri telah melupakan kejadian
tersebut karena saat itu ia masih setengah sadar. Tante Sofi takut bahwa
peristiwa hilangnya Bayu ini berkaitan dengan sindrom tersebut.
Pada
titik ini aku mulai bisa menangkap apa yang sebenarnya terjadi. Dan aku tak
bisa membiarkan hal ini berjalan dengan salah. Aku harus membicarakan yang
sebenarnya pada Bayu.
Tapi
aku tak sanggup. Sesampainya di rumah ia sudah menungguku dan berharap aku
menemukan petunjuk apapun. Aku memang mendapatkannya, bukan hanya petunjuk,
tetapi kenyataan yang sebenarnya, namun aku seperti tidak berani mengatakannya.
Kupikir aku harusnya berbicara pada tante Sofi dahulu saja besok.
...
Aku
benar-benar harus membicarakan dengan tante Sofi tentang hal ini. Aku
berpura-pura masih mengikuti rencanaku dengan Bayu untuk membuntuti orang
tuanya hari ini. Tetapi aku datang secara terang-terangan ke rumahnya. Aku
disambut hangat oleh tante Sofi dengan senyum yang agak dipaksakan, aku tahu
dia masih sedih kehilangan Bayu. Aku kumpulkan keberanianku untuk berbicara
yang sebenarnya padanya. Dia lega saat mengetahui Bayu ada bersamaku selama ini
tetapi di saat yang sama dia juga sedih atas apa yang terjadi dengan Bayu. Aku
mengajaknya untuk bertemu dengan Bayu dan menjelaskan padanya apa yang terjadi.
Tetapi ia menolak, ia takut hal itu justru akan menimbulkan kebingungan pada
Bayu dan memerparah keadaannya. Katanya untuk sementara ia akan membiarkan hal
ini sambil berkonsultasi dengan dokter Hasan. Aku pun terpaksa menyetujuinya
dan segera meminta diri untuk kembali.
Aku
kembali ke rumah saat sore agar Bayu tidak curiga yang telah kulakukan. Seperti
kemarin, dia sudah menungguku. Entah kenapa aku sangat ingin mengatakan padanya
tetapi aku tidak bisa, ditambah dengan larangan dari tante Sofi. Perlahan aku
melewatinya, setelah dua langkah yang cukup berat aku berhasil meyakinkan
diriku untuk berbicara kepadanya. Sekarang aku harus memberitahunya. Ya
sekarang!
...
*Perspektif
Bayu
Aku
kembali menunggu Sonya palsu di rumahnya. Dia masih berpura-pura bahwa semuanya
baik-baik saja. Dan sekarang makin jelas terlihat olehku, rahasia yang ia
sembunyikan di balik bola matanya yang bulat itu. Dia melangkah masuk ke rumah dan
melewatiku perlahan. Satu langkah..dua langkah..dan dia roboh tepat di
hadapanku setelah kutembak belakang kepalanya. Darah berwarna putih mengalir
dari lubang di kepalanya. Kuharap ini dapat membalaskan dendam Sonya yang telah
ia gantikan keberadaannya.
Aku melangkah
keluar mempersiapkan diriku untuk rencana selanjutnya: menghabisi kedua orang
tua palsuku.
THE END
(1)
Sindrom yang dimaksud adalah Capgras Syndrom. Ditemukan oleh psikiater
Perancis, Jean Marie Joseph Capgras. Adalah suatu kelainan di mana seseorang
mengalami delusi keyakinan bahwa seorang teman, pasangan, orang tua atau
anggota keluarga dekat yang lain, telah digantikan oleh orang lain (penipu).
0 komentar:
Posting Komentar