Aku melihatnya. Berdiri tegak di samping Logan, teman sebangsalku di rumah sakit ini.
Tak ada yang bisa kubaca raut mukanya kecuali matanya yang terasa teduh. Ia mengelus pipi Logan saat kedua orang tua Logan menangis di kedua sisi ranjang anak mereka yang kini sudah tak bernyawa. Lalu perlahan roh Logan keluar dari jasadnya. Pria itu memeluk roh Logan dan membisikkan sesuatu yang meski kucoba untuk dengarkan tapi tak bisa. Lalu pria itu menggandeng tangan roh Logan keluar dari kamar. Tapi sebelum dia melangkah melewati pintu,ia berhentu dan mengarahkan pandangannya padaku. Sejenak mukanya terluhat heran lalu kembali berjalan menuntun roh Logan.
Aku kembali melihat ranjang Logan di sampingku dan melihat kedua orang tuanya semakin tenggelam dalam tangisnya.
...
"Kau bisa melihatku?"
"Iya memangnya kenapa?"
"Seharusnya kau tak bisa melihatku."
"Kenapa tak bisa?"
"Kau tahu siapa aku?"
"Tidak, tapi aku tahu kau bukan manusia. Apa kau hantu?"
"Aku malaikat pencabut nyawa."
"Benarkah? Tapi kau tak terlihat seperti itu."
"Maksudmu pakaianku? Malaikat pencabut nyawa bukan seperti yang kalian, manusia, bayangkan. Kami berpenampilan sama dengan kalian. Lagipula tidak ada perlunya bagi kami untuk berpakaian seram. Mm tapi terkadang aku membawa arit besar dan memakai jubah hitam hanya untuk ikut merayakan haloween kalian."
"Bukan itu maksudku, aku dengar malaikat pencabut nyawa mengambil nyawa orang dengan cara yang menyakitkan, tetapi kulihat roh Logan begitu tenang saat keluar dari tubuhnya."
Dia tertawa. Aku yakin sama sekali tak ada yang lucu dari perkataanku tadi.
"Hal pertama kau memang salah, tak ada rasa sakit saat rohmu lepas dari jasadmu. Kau tahu rasa sakit itu hanya ada di otak kan? sedangkan roh tak lagi memiliki otak. Kedua, meski kalian menyebutku malaikat pencabut nyawa, tak ada yang bisa kulakukan untuk mengambil nyawa manusia, semua itu sudah ditentukan Yang Maha Berkehendak sesuai dengan waktu kematian kalian masing-masing. Aku hanya menjemput roh manusia agar ia tak tersesat. Oh iya mungkin aku punya nama personal yang kalian kenal, tetapi aku tidak sendiri, banyak malaikat sepertiku -yang juga bertugas menjemput roh-. Jadi nama personal yang kalian gunakan itu merujuk pada kelompok malaikat yang memiliki tugas sama denganku."
"Lalu kenapa aku bisa melihatmu? Apakah karena kematianku sebentar lagi?"
"Tentang itu aku juga tak tahu, baru kali ini aku mengalaminya. Waktu kematianmu masih..oh tidak, aku tak boleh mengatakannya padamu. Lagipula orang yang akan mati juga tak bisa melihatku, hanya roh yang telah lepas dari tubuh duniawinya saja yang bisa."
"Apa kau tak punya petunjuk tentang itu?"
"Aku bisa saja menanyakan pada teman-temanku, tapi sepertinya mereka juga tak tahu. Lagipula aku sibuk, begitupun mereka. Aku yakin nantinya kau akan temukan jawabannya. Kau khawatir tentang ini?"
Aku mengangguk cemas.
Dia tersenyum. "Tak ada yang perlu kau khawatirkan, tenang saja."
Senyum ajaibnya menghapus kecemasanku seketika. "Apa kau punya waktu? Aku sangat tertarik karena bisa melihatmu. Aku ingin berbincang sedikit lama denganmu."
"Untuk beberapa menit ke depan dalam hitungan waktu duniamu, aku bisa menemanimu."
"Apa kau marah kalau aku banyak bertanya tentangmu?
"Makhluk sepertiku tak punya rasa marah, kami hanya diperbolehkan menikmati kesenangan dan kesedihan. Jadi aku tak mungkin marah, tetapi mungkin aku tak menjawab bila kau memberikan pertanyaan yang memang tak boleh kujawab."
"Satu hal yang selalu aku ingin tahu. Apakah surga dan neraka itu benar-benar ada?"
Dia kembali tersenyum "Kau langsung menanyakan pertanyaan yang tak bisa kujawab. Tetapi bisa kupastikan padamu, kehidupan setelah kematian itu nyata."
"Bisakah orang yang sudah meninggal bertemu dengan orang yang masih hidup?"
"Tidak bisa. Meskipun banyak dari mereka yang sangat ingin."
"Bagaimana dengan hantu? Banyak orang yang mengaku melihat hantu, roh orang yang sudah meninggal."
"Itu hanya refleksi dari bayangan yang terbentuk di otak orang yang melihatnya. Bayangan itu biasanya terbentuk dari suatu trauma si orang meninggal. Misal saat seseorang sangat terpukul dengan perceraian orang tuamu, dia merasakan kesedihan yang mendalam di dalam kamarnya, trauma kesedihan itu biasanya akan menetap di tempat tersebut, di kamar orang tersebut, yang nantinya bisa membentuk bayangan dirinya setelah meninggal. Tak hanya rasa sedih, rasa senang, kecewa, marah juga bisa membentuk bayangan itu."
Aku mengerutkan dahiku, tak mengerti apa yang dia katakan.
"Ilmu pengetahuan kalian masih belum sampai kesana, kau akan lebih mudah memahaminya jika kalian mau mencari tahu tentang itu sendiri."
"Apa Tuhan benar-benar peduli terhadap kami, manusia?"
"Tak ada yang lebih Dia sayangi daripada kalian. Jika aku bisa merasakan cemburu mungkin aku akan sangat cemburu."
"Jika demikian mengapa masih ada penderitaan di dunia ini? Di kehidupan kami?"
"Penderitaan muncul karena perbuatan kalian sendiri, Tuhan bisa saja mengangkat kalian dari penderitaan itu, tapi Dia lebih senang memberi kesempatan kalian untuk belajar melalui penderitaan itu. Dan cara yang digunakan Tuhan untuk menolong kalian, rancangan yang Dia buat bagi hidup kalian seringkali di luar pemikiran kalian."
"Tentu kau selalu merasa sedih saat menjemput orang menuju ajalnya? Apa aku keliru?"
"Tidak selalu, kematian anak kecil seperti teman sekamarmu tadi adalah yang paling sering membuatku sedih. Tapi terkadang kematian juga adalah cara Tuhan untuk mengangkat penderitaan seseorang,seperti yang telah kita bicarakan sebelumnya. Kuberi contoh seperti orang yang selama bertahun-tahun menderita sakit parah, kematian akan lebih melegakan baginya dan terkadang bagi keluarganya pula. Kematian tak selalu buruk. Beberapa orang juga mendapat kematian yang indah,oh tapi aku tak bisa menjelaskan hal itu lebih jauh kepadamu. Kau bisa mencari tahu tentang itu, tapi tidak dari mulutku."
"Tak bisakah manusia hidup abadi di dunia ini?"
"Kau serius bertanya itu? Tak lihatkah kau pada keadaan duniamu? Aku tak yakin orang menginginkan hidup abadi di dunia seperti ini, bilapun ada dan orang itu mendapatkannya aku jamin dia akan menyesalinya."
"Bagaimana dengan kematian dini,pada bayi atau anak kecil misalnya, mereka belum belajar tentang kehidupan dan lainnya, atau bagaimana tentang kematian sebelum kelahiran?"
"Aku menyesal, yang satu ini juga tak bisa kujawab. Lagipula aku harus pergi sekarang."
"Baiklah terima kasih atas waktumu. Senang berbincang denganmu."
"Istirahatkanlah pikiranmu, jangan kau penuhi dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Pikirkanlah saja bahwa kau akan segera sembuh."
Pria itu memudar dan hilang setelah memberikan senyum hangatnya.