“20 tahun yang lalu di kampung
ini ada seorang lelaki paruh baya yang berprofesi sebagai pemain boneka
marionet. Ia hanya memiliki seorang anak laki-laki. Ia dikenal sebagai warga
yang baik oleh para tetangga dan sangat sayang pada anak-anak sama halnya
kepada anaknya sendiri.
Suatu hari lelaki tersebut harus
pergi keluar kota selama 3 hari meninggalkan anaknya karena anaknya saat itu
masih sekolah. Saat ditinggal ayahnya, anak tersebut bertemu dengan dua anak
lain yang tidak menyukainya. Anak itu diganggu dan diolok2 kedua anak laki-laki
itu karena memiliki ayah seorang pemain marionet, bahkan kedua anak tersebut
mengikat tangan dan kakinya layaknya boneka marionet dibawah sebuah pohon di
hutan dekat kampung. Mereka meninggalkannya selama semalam. Esok paginya mereka
kembali ke tempat mereka mengikat anak tersebut. Tetapi mereka tidak mendapati
anak tersebut berada di tempat yang seharusnya. Mereka hanya menemukan sobekan
kain lengan baju anak tersebut dengan banyak noda darah di bagian sobekannya
serta tali yang mereka gunakan untuk mengikatnya yang masih tergantung di
pohon. Panik, mereka melapor kepada orang tua mereka masing-masing. Tetapi orang
tua mereka justru menyuruh anak-anak tersebut diam dan berpura-pura tidak tahu
apa-apa mengenai hal tersebut.
Sepulang dari kepergiannya,
lelaki pemain marionet bingung karena kehilangan puteranya, ia mencari
kemana-mana dan bertanya kepada tetangga tetapi semua menjawab tidak tahu, termasuk
kedua keluarga dari anak-anak yang bertanggung jawab atas hilangnya anaknya tersebut.
Hingga akhirnya ia melapor polisi. Polisi pun mencari keberadaan anak tersebut
dan ditemukanlah pohon yang digunakan untuk mengikat anak pemain marionet itu.
Tali dan robekan lengan baju masih di sana karena kedua keluarga tadi tak
sampai berpikir untuk menyembunyikannya. Penyelidikan terhadap benda-benda itu
berlangsung cepat hingga mengarah kepada kedua keluarga tadi, terutama
anak-anak mereka yang terlihat oleh warga lain berjalan bersama anak yag hilang
itu pada hari hilangnya anak tersebut.
Mereka akhirnya mengaku dan
meminta maaf kepada lelaki tersebut, kedua orang tua anak itu siap menggantikan
anak-anak mereka yang masih di bawah umur untuk menerima hukuman. Tetapi secara
mengejutkan lelaki tersebut memaafkan mereka sehingga meskipun polisi membawa
kasus tersebut sampai ke pengadilan kedua orang tua tersebut, yang diwakili
oleh kedua ayah hanya mendapat vonis 2 bulan penjara yang segera mereka tebus dengan
uang jaminan. Para warga kagum akan kebesaran hati lelaki tersebut.
Tetapi hari-hari berikutnya warga
merasa lelaki tersebut menjadi orang yang lebih berbeda dibandingkan
sebelumnya, saat anaknya masih bersamanya. Ia menjadi pemurung dan dingin,
penyendiri, jarang terlihat keluar rumah. Saat keluar rumah pun hanya untuk
membeli sesuatu yang ia butuhkan seperti makanan dan alat-alat untuk membuat
bonekanya, meski warga sama sekali tak pernah lagi melihat ia bermain dengan
boneka-bonekanya. Dan yang paling membuat warga bingung ia sama sekali berhenti
berusaha mencari anaknya meski semua warga bersedia membantunya tapi dia hanya
bilang itu tak perlu. Dan anak itu benar-benar tak pernah ditemukan hidup atau
mati, tak ada yang tahu kabarnya.
2 bulan sejak kejadian itu sebuah
peristiwa besar terjadi. Satu keluarga yaitu salah satu keluarga yang
bertanggung jawab atas kematian atau hilangnya anak pemain boneka tersebut
menghilang. Tak jelas apakah mereka pindah atau ada bencana yang menimpa mereka.
Warga juga baru menyadari rumah mereka kosong setelah selama 4 hari mereka tak
melihat satupun anggota keluarga tersebut, yang terdiri dari 4 orang, di
lingkungan kampung mereka.
Polisi dikerahkan tapi tak
menemukan hasil apapun. Kemudian dua minggu berselang, keluarga lain yang juga
bertnggung jawab atas hilangnya anak pemain anak marionet tersebut juga
mengalami hal yang sama. Kecurigaan warga mengarah pada lelaki pemain marionet itu.
Polisi pun diminta warga untuk menyelidikinya. Pada penyelidikan itu polisi tak
menemukan bukti atau petunjuk apapun yang dapat mengaitkan lelaki tersebut
dengan hilangnya kedua keluarga itu, bahkan sampai menggeledah rumahnya.
Karena kecurigaan terhadap lelaki
tersebut semakin menguat, warga mencoba melakukan penyelidikan sendiri. Saat
warga mendatangi rumah lelaki tersebut dan memaksanya mengaku tentang peristiwa
itu, terdengar teriakan keras dari suatu tempat di rumah lelaki itu, beberapa warga
segera mencari asal suara tersebut dan yang lainnya tetap menjaga lelaki itu.
Saat berhasil mengikuti sumber suara itu para warga terkejut karena mereka
menemukan sebuah pintu tersembunyi di dalam rumah itu. Pintu itu kecil dan
terhalang oleh lemari sehingga pada penyelidikan pertama oleh polisi mereka
tidak mengetahui keberadaan pintu tersebut. Suara teriakan itu berhenti secara
pilu, segera warga mendobrak pintu itu. Mereka mendapati sebuah ruangan cukup
besar di balik pintu itu dan saat mereka masuk mereka disajikan pemandangan
mengerikan dan bau busuk layaknya di neraka.
Mereka melihat tubuh-tubuh manusia yang tak lain adalah semua anggota
kedua keluarga yg menghilang itu. Tubuh-tubuh itu digantung dengan tangan dan
kaki serta punggung yang ditembus oleh kait besi tajam dan besar yang terhubung
tali yang menggantung di langit-langit sehingga darah mereka pun keluar
membasahi tubuh mereka. Mulut mereka dijahit dengan benang sehingga tak bisa
membuka. Pada dahi mereka digoreskan luka membentuk angka yang masing-masing
berurutan.
Salah satu warga menutup mulutnya
menahan muntah karena tak tahan dengan pemandangan itu. Mereka kemudian
memeriksa keadaan tubuh-tubuh itu. Semua telah mati, satu tubuh, yg merupakan
ayah dari salah satu keluarga itu diperkirakan baru saja mati dengan kondisi
mulut berdarah dan bekas jahitan terbuka. Mereka yakin dialah yang tadi
berteriak dengan memaksakan jahitan pada mulutnya terbuka. Warga memperkirakan
para korban dijadikan marionet dalam keadaan hidup dan mati kelaparan secara
perlahan karena mulut mereka dijahit dan tubuh mereka digantung seperti itu. Setelah
memastikan kembali tak ada yang bisa diselamatkan mereka kembali ke lelaki
pemain marionet itu dan segera menangkapnya atas pembunuhan yang mengerikan
itu.
Lelaki itu tak melawan saat
ditangkap warga, ia justru tersenyum puas saat digelandang warga ke luar. Para warga yg kalap akhirnya sepakat untuk
menghukum lelaki itu dengan tangan mereka sendiri saat itu juga, mereka
mengikatnya pada salah satu tiang, dan membakarnya hidup-hidup.
Dan kini, sejak 20 tahun kasus
mengerikan itu terjadi, teror pembunuhan marionet kembali menghantui warga.
Satu per satu keluarga di kampung itu menjadi korban pembunuhan marionet,
mereka dijadikan marionet manusia dengan kondisi yang sama seperti pada kedua
keluarga dalam peristiwa 20 tahun lalu itu, hanya saja mereka tidak dibiarkan
hidup saat digantung tapi sudah dibunuh terlebih dahulu. Isu yang menyebar
mengatakan arwah lelaki itu telah bangkit dan membalas dendam kepada para
warga. Dan meski mereka telah melakukan jaga malam secara rutin,pembunuhan
masih terus terjadi. Para warga yang tersisa, dengan jumlah yang sedikit
terpaksa pergi dari kampung mereka sendiri karena teror itu. Hingga akhirnya
seperti yang kau lihat sekarang kampung ini menjadi sunyi dan kini sudah 4
bulan sejak kampung itu ditinggalkan warga. Beberapa rumah jika kau masuk lihat
ke dalamnya masih dihiasi mayat keluarga yang digantungkan yang menjadi korban
pembunuhan pada malam-malam terakhir, mayat-mayat itu tak sempat diturunkan warga
lain karena mereka sibuk dan terburu-buru berbenah untuk pindah.
Bagaimana menurutmu, menyeramkan
bukan cerita ini?”
“Sangat menyeramkan, tetapi
cerita itu terlalu berlebihan. Arwah tak mungkin bisa kembali ke dunia dan
membalas dendam seperti itu.”
“Yah itu hanya mitos. Tapi memang
tidak ada lagi yang bisa dicurigai.”
“Masih ada satu. Anak lelaki
pemain marionet itu belum mati.”
“Haha, jangan sok tahu, tidak ada
yang tahu dan melihat dia masih hidup.”
“Karena orang yang mengenalnya
dan melihatnya masih hidup akan langsung ia bunuh.”
“Sudahlah, kau bicara seolah-olah
kau anak yang hilang itu..apa..jangan-jangan kau memang dia??”
“Dan sekarang kau mengenaliku..maaf
kawan aku tak bisa membiarkanmu hidup lebih lama lagi”
0 komentar:
Posting Komentar