Jumat, 15 April 2016

0

Lethal Injection

Mereka menerapkan suntik mati sebagai prosedur eksekusi untuk hukuman mati disini. Mereka bilang itu tidak menyakitkan sama sekali, justru menenangkan bagi terpidana. Tapi siapa tahu? Pembunuh paling kejam pun bisa bilang bahwa ia membunuh tanpa membuat korbannya kesakitan.

Seminggu lalu aku berduka. Salah seorang teman dekatku di fasilitas lembaga pemasyarakatan ini menjalani eksekusi mati. Seperti biasa, mereka menjemput terpidana secara diam-diam tepat tengah malam saat semua penghuni penjara tertidur. Terpidana lain baru menyadari keesokan harinya saat dia tidak ada di selnya lagi. 

Tetapi aku tidak mau terlalu lama larut dalam duka. Lagipula sebelumnya temanku tersebut mengatakan telah siap untuk mati meski dia juga takut untuk menjalani proses eksekusinya. Aku beruntung karena vonis hukumanku jauh lebih ringan darinya (aku mendapat hukuman 20 tahun penjara). 

Hari berikutnya lapas kami kedatangan seorang narapidana baru. Dia memberontak saat diseret ke selnya yang bernomor 54. Dia meneriaki sipir bahwa polisi telah salah menangkapnya. “Aku bukan John, kau harus percaya aku, bukan aku yang membunuh wanita itu, polisi salah tangkap terhadapku!” begitu teriaknya. Tapi teriakan itu kemudian berhenti saat seorang sipir membiusnya agar tertidur.

John, aku menyebutnya John karena para sipir memanggilnya begitu meski dia masih bersikukuh dirinya bukan John. John seorang pendiam dan penyendiri, dia tak pernah mau berbicara kepada siapapun bahkan setelah 5 hari dia disini.

Hari ini John dipanggil ke persidangan untuk menjalani sidang putusan vonis bagi dirinya. Kami tahu dari sipir bahwa dia mendapat vonis hukuman mati. Saat kembali diseret ke selnya dia kembali memberontak seperti saat pertama ia datang. Tapi kali ini tak perlu obat bius untuk membuatnya bungkam. Begitu masuk ke selnya dia tampak terdiam dan berpikir serius. Meski tak dekat dengannya, aku begitu kasihan melihatnya tertekan seperti itu.Pukul 8.00 malam lampu penjara sudah dimatikan, itu artinya kami para tahanan harus tidur. Aku masih memikirkan tentang John sebelum akhirnya tertidur.

Aku terkejut dan terbangun dari tidurku saat kurasakan beberapa orang masuk ke selku. Dua orang menyeret tubuhku keluar sel, satu orang membungkam mulutku, dan seorang lagi memberi komando pada 3 orang tersebut. 2 orang yang menyeretku begitu kuat sehingga aku tak berkutik. Saat dibawa paksa keluar dari selku aku melihat sekilas seperti ada sesuatu yang ganjil dari pintu selku tapi aku tak bisa memikirkannya karena aku masih berusaha melepaskan diri dari orang-orang ini. 

4 orang tersebut membawaku ke sebuah mobil tahanan dan memborgolku di dalamnya. “Siapa kalian?“tanyaku begitu penutup mulutku dilepas. 

“Kami hanya petugas yang diminta menjemputmu untuk menjalani vonis hukumanmu.” 

“Hukuman apa? Aku hanya dihukum 20 tahun penjara.”

“Kau sudah lupa vonismu tadi siang, John?”

“John? Hei aku bukan John, kalian salah orang.”

“Huh, para sipir itu benar tentangmu, kau selalu tak mau mengakui dirimu sendiri. Tenangkan dirimu John, ini tak akan menyakitkan.”

“Bukan seperti itu, aku memang bukan John. John yang sebenarnya masih ada di penjara itu.” Mereka tak menjawab lagi tetapi seorang dari mereka memukul kepalaku hingga aku tak sadarkan diri.
...
Aku terbangun saat mendengar sebuah teriakan yang cukup keras seperti seorang kesakitan. Aku langsung menyadari saat ini aku dalam kondisi terikat di sebuah ranjang putih. Beberapa orang dengan jas putih khas dokter berada di sekelilingku. “Napi sebelah berteriak kencang hingga membuatnya terbangun” kata seseorang pada yang lainnya. “Hai John, jangan khawatir teriakan itu hanya reaksi terkejut dari orang itu karena tertusuk jarum. Tetapi bukan berarti suntik mati ini tidak menyakitkan, kau akan sangat merasakan sakit hingga kau tak bisa berteriak. Dan rahasia ini tentu hanya kami katakan kepada napi yang siap dieksekusi sepertimu John. Kau ingin lebih tau tentang rasa sakitnya? Dokter Albert akan menjelaskan kepadamu. Silakan dok.”

Seorang dokter memegang jarum suntik dan mengisinya dengan cairan hijau kehitaman yang pekat, sambil berkata kepadaku  “Pada menit-menit awal kau akan merasakan pusing yang amat sangat seperti akan membuat kepalamu pecah. Kemudian jantungmu akan berdetak kencang dan memompa darahmu secara cepat. Menit ke sepuluh semua panca indera akan berhenti berfungsi dan kau akan merasakan mual dan perih yang luar biasa di perutmu. Kondisi itu akan bertahan sampai 10 menit berikutnya sampai kau merasakan sesak nafas karena penurunan kerja paru-paru dan  suhu tubuhmu naik drastis hingga kau merasa seperti terbakar. Lalu akhirnya dalam setengah jam kau akan mati saat jantungmu meledak dan membuat darah keluar dari mulut,hidung, mata, dan telingamu.. Sekarang kau sudah siap? Pesan terakhir mungkin?”

“Aku bukan John..”

Mereka tertawa “John ataupun bukan, kau sudah di sini dan kau sudah mendengar rahasia kami. Maaf tuan-bukan-john, kami tak punya alasan untuk membatalkan suntik mati ini.” Dokter sialan itu menyuntik di lenganku. Sebelum aku benar-benar merasakan sakit yang telah diceritakan, aku menyadari keganjilan pada pintu selku yang kulihat saat aku diseret kesini. Aku melihat nomor pintu selku bukan nomor selku yang seharusnya, melainkan nomor ‘54’. Bagaimana itu bisa terjadi? Aku tak bisa memikikan hal itu lebih jauh lagi karena kepalaku mulai pusing..sial, mereka tak berbohong tentang sakit itu..